Para ulama yang mulia dan kita hormati berbeda pendapat dalam masalah: Apakah persentuhan antara laki-laki dan wanita membatalkan wudhu atau tidak?
Ada 3 pendapat:
1.Ada yang mengatakan: membatalkan, baik dengan syahwat atau tidak
2.Ada yang mengatakan: tidak membatalkan, baik dengan syahwat atau tidak.
3.Ada yang mengatakan: membatalkan kalau dengan syahwat, tidak membatalkan kalau tidak dengan syahwat.
Adapun ulama yang mengatakan sesungguhnya hal tersebut membatalkan wudhu , maka mereka berdalil dengan firman Allah:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ)(المائدة: من الآية6
Artinya: “Dan kalau kau sakit atau dalam perjalanan kembali dari daerah buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kau tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Qs. 5: 6)
Di dalam ayat di atas Tuhan menyebutkan bahwa diantara karena wudhu atau tayammum saat tidak ada air yaitu menyentuh perempuan.
Adapun ulama yang mengatakan sesungguhnya menyentuh kulit lawan jenis tidak membatalkan wudhu, maka mereka berdalil dengan hadist:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
Artinya: “Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk shalat berjama’ah dan tidak berwudhu.” (HR. At-Tirmidzy dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
Pendapat yang lebih berpengaruh menurut kami yaitu yang mengatakan bahwa menyentuh kulit lawan jenis tidak membatalkan wudhu baik dengan syahwat atau tidak, dengan mahram atau bukan, selama tidak keluar air mani atau madzi, karena beberapa hal:
1. Adanya hadist yang terperinci menyampaikan bahwa menyentuh kulit wanita tidak membatalkan wudhu.
2. Maksud dari ayat di atas ( أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ) = menyentuh perempuan yaitu jimak, sebagaimana ucapan Ibnu ‘Abbas (Lihat Tafsir Ath-Thabary 8/389-390, tafsir Surat An-Nisa: 43).
3. Dan di dalam beberapa ayat Al-Quran Tuhan menggunakan kata “menyentuh” untuk mengungkapkan kata “jimak”, yang menyampaikan kesopanan kata-kata yang ada di dalam Al-Quran. Sebagaimana firman Tuhan dalam ayat yang lain:
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً )(البقرة: من الآية236)
Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kau kalau kau menceraikan istri-istrimu sebelum kau menyentuh mereka (berjimak) dan sebelum kau menentukan maharnya.”
Allah juga berfirman:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا )(المجادلة: من الآية4
Artinya: “Barangsiapa yang tidak menerima (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya saling menyentuh (berjimak).”
Maksud menyentuh pada kedua ayat di atas yaitu berjimak .
4. Tidak ada dalil yang terperinci dan shahih perihal batalnya wudhu karena menyentuh kulit lawan jenis.
Pendapat inilah yang kami anggap berpengaruh (rajih) sesuai dengan keterbatasan pengetahuan kami, dan kami menyadari bahwa disana ada ulama yang mengatakan bahwa menyentuh kulit wanita membatalkan. Barangsiapa memilih salah satu pendapat maka hendaklah memilih berdasarkan ilmu dan dalil.
Dan tidak boleh mengakibatkan perbedaan pendapat dalam persoalan ijtihadiyyah menyerupai ini karena pertikaian dan permusuhan. Wallahu a’lam.[]
Sumber: KonsultasiSyariah
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO

