Kehidupan ialah sebuah pertempuran besar yang membutuhkan persiapan, perlengkapan, dan sokongan. Benar, sesungguhnya, kehidupan ialah sebuah pertempuran besar yang dimulai oleh insan sejak lahir hingga ke penghujung kehidupan.
Pertempuran besar ini memerlukan ilmu, pengetahuan, pengalaman, musyawarah, harta, kesabaran, usaha, perjuangan, dan ketegaran yang berbeda dari satu orang ke orang yang lain, dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain, dan dari satu masa ke masa yang lain.
Akan tetapi, semua orang sepakat mengatakan bahwa ini ialah pertempuran besar. Tidak ada seorang pun yang menyalahi pendapat ini. Bahkan, orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan yang kaya dan mewah, yang dirinya tidak disibukkan dengan usaha untuk mencari sesuap nasi dan mengatur aneka macam tuntutan nafkah kehidupan serta aneka macam kebutuhan primer kehidupan, juga tidak pernah mencicipi berat dan sulitnya memenuhi tuntutan kehidupan, mereka juga menyadari hakikat kehidupan ini yang telah disepakati oleh semua manusia.
Jika hakikat kehidupan ialah sebuah pertempuran besar, apakah kaum laki-laki terus berada sendirian untuk menjadi seorang pejuang dan perwira dalam pertempuran ini, tanpa ada tugas dan keikutsertaan kaum perempuan dalam menghadapi pertempuran ini, sesuai dengan kadar energi, persiapan dan kemampuannya?
Ataukah kaum perempuan meninggalkan pertempuran ini dan menyerahkannya kepada kaum laki-laki untuk berperang sendirian, sedangkan kaum perempuan terus hidup dalam kehidupan yang marginal, yang jauh sekali dari medan pertempuran ini?
Ataukah ia sama sekali mengundurkan dirinya dari pertempuran dan menyerahkannya kepada kaum laki-laki karena ia mengetahui bahwa pertempuran ini ialah pertempuran milik semua kaum laki-laki, yang terus ia hadapi dan ia lawan, demi menerima dan memperoleh kemenangan?
Bukankah kaum perempuan ialah partner dan saudara sekandung kaum laki-laki dalam menghadapi kehidupan? Lalu, mengapa ia tinggalkan kaum laki-laki sendiri dan kesepian dalam menghadapi pertempuran ini?
Bukankah kehidupan bagi kaum perempuan juga ialah percobaan dan pertempuran besar?
Kaum perempuan harus mempergunakan aneka macam senjata yang dapat membuatnya berpengaruh untuk berperang dengan penuh percaya diri dan tegar sehingga ia keluar dari pertempuran dengan membawa kemenangan, insya Allah.
Jika kehidupan ialah sebuah pertempuran besar bagi kaum laki-laki, sebagaimana ia juga ialah pertempuran besar juga bagi kaum perempuan, dan keduanya ialah asas dan fondasi kehidupan, sebagaimana keduanya juga ialah poros kehidupan, kelangsungan dan kesinambungannya, bertolak dari sini kita dapat mengajukan pertanyaan berikut ini.
Apakah salah seorang dari keduanya dapat mengundurkan diri dari kehidupan tanpa ada alasan dan tanpa alasannya ialah yang tepat?
Hal ini tidak boleh terjadi dan sama sekali tidak mungkin terjadi jikalau pertempuran kehidupan ini ialah milik kaum laki-laki dan perempuan, yang membutuhkan kerja sama di antara kedua belah pihak dan penyatuan usaha dari kedua belah pihak.
Wahai istriku, apakah kau berhak untuk meninggalkan saya sendirian di medan pertempuran sehingga saya berperang sendiri, berpikir sendiri, dan berusaha sendiri, tanpa keberadaanmu di sisiku hingga kita dapat memperoleh kemenangan? Kita capai kehidupan yang dipenuhi dengan kemenangan, kekuatan, dan ketegaran. Sebagaimana juga dipenuhi dengan rasa sayang, dekat, rukun, cinta, harmonis, dan bahagia.
Sesungguhnya, kehidupan yang kita jalani ini ialah bab kita berdua. Sebagaimana rumah ini ialah milik kita berdua, yang kita perjuangkan dan usahakan untuk mendapatkannya. Keluarga, betapa pun kecil dan besarnya, ialah keluarga kita. Yang kita sama-sama telah berjuang demi mewujudkan kebahagiaan untuknya dan demi pendidikan belum dewasa kita. Lalu, apakah salah seorang dari kita boleh menancapkan tanda kemunduran dan kekalahan dari pertempuran ini yang merupakan sebuah pertempuran kehidupan dan nasib?
Apakah salah seorang dari kita rela menyaksikan kondisi yang memalukan di hadapan belum dewasa dan keturunannya yang dilahirkan untuk mencari teladan, contoh, dan perumpamaan dari kedua orang tuanya, dari lingkungan keluarga mereka, dan masyarakat sekitar mereka? Jika kita tidak mengintrospeksi diri sendiri, belum dewasa kitalah yang akan mengintrospeksi diri kita pada ketika tidak ada lagi waktu untuk melarikan diri.
Sesungguhnya, ketika saya menyaksikan hal ini terjadi pada beberapa orang dan menyebar ke banyak orang, saya berusaha sekuat tenaga untuk mengalihkan perhatian, menggerakkan logika dan pikiran, dan berbicara dengan perasaan, hati dan kalbu.
Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri kaum laki-laki bangun sendirian berperang dengan tegar dalam pertempuran kehidupan. Mereka hidup dalam kesendirian yang mematikan di rumah, dalam pikiran dan dalam perjuangan.
Sementara itu, para istri mereka menjalani kehidupan yang penuh dengan ketidakpedulian, kemewahan, dan keglamoran. Pikirannya dipenuhi dengan aneka macam hal yang sepele. Setelah itu, ia pergi tidur dan beristirahat, tanpa memedulikan kehidupan suami dan keluarga. Mereka tidak pernah memikirkan kehidupan keluarga, keselamatan dan keberadaannya.
Yang mereka pikirkan di dalam kehidupan ini hanyalah kesenangan, perhiasan, dan barang-barang mereka tanpa sama sekali menaruh perhatian terhadap pertempuran besar kehidupan ini. Suaminya bertempur sendirian menghadapi kehidupan sehingga ia berpikir sesuai dengan kemampuannya dan hidup hanya sekedar hidup. Dia hidup di rumahnya dengan penuh keasingan dalam eksistensi dan perasaan, ia merasa ditelantarkan dan kosong tanpa ada seorang pun di rumah yang memerhatikannya.
Si istri dan si ibu rumah tangga telah membuat pagar yang mematikan ketika ia menelantarkan suaminya. Dia tidak perhatikan eksistensi suami dan ia tidak pernah berterima kasih kepadanya. Dia biarkan suaminya menyelam sendiri dalam samudra pikiran, rasa cemas, dan kesepian demi memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya.
Usaha suaminya tersebut tidak cukup baginya dan tidak menjadi penahan bagi sikap egoisnya serta kedangkalan pikirannya. Bahkan, ia menambah beban suaminya dengan aneka macam seruan dan kebutuhan yang semakin menambah penderitaan dan kesengsaraan suami. Dia biarkan suaminya berada sendirian di sudut, sembari menyelesaikan aneka macam perkara kehidupannya atau beberapa persoalannya, tanpa ada seorang pun yang merasa kasihan atau memperlihatkan perhatian kepadanya.
Wahai istriku, sesungguhnya, kehidupan kita ialah satu. Tujuan kita ialah satu. Keluarga kita ialah satu. Oleh karena itu, jangan biarkan saya sendiri menghadapi kehidupan ini. Seorang perwira membutuhkan eksistensi orang di sisinya yang selalu berada akrab dengannya untuk memperlihatkan senjata kepadanya, mengarahkan arah langkahnya, membuat taktik untuknya, memerhatikan pelaksanaan dan arah taktik tersebut, meluruskan langkahnya, melindungi punggungnya, mengamankan jalannya, dan menyuplai dukungan serta makanan untuknya.
Jadilah kau seorang ajudan dan partner yang baik dalam pertempuran yang membutuhkan pikiran, kesinambungan usaha, dan perjuangan ini. Ketahuilah dengan seyakin-yakinnya bahwa pertempuran kita ialah satu dan tujuan kita satu, yaitu melindungi dan menjaga keluarga ini dari semua orang yang berusaha menyerang dari akrab ataupun jauh. [Syahida.com/ANW]
Sumber: Kitab Istriku Dengarlah Aku Bertutur, Asy-Syawadifi al-Baz. Penerbit; Gema Insani
Sumber: https://www.syahida.com/2016/08/08/5197/istriku-jangan-biarkan-aku-sendiri-bergerak-dan-bertindak-berjuang-dan-berpikir/#ixzz4qjeYBLNJ
Pertempuran besar ini memerlukan ilmu, pengetahuan, pengalaman, musyawarah, harta, kesabaran, usaha, perjuangan, dan ketegaran yang berbeda dari satu orang ke orang yang lain, dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain, dan dari satu masa ke masa yang lain.
Akan tetapi, semua orang sepakat mengatakan bahwa ini ialah pertempuran besar. Tidak ada seorang pun yang menyalahi pendapat ini. Bahkan, orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan yang kaya dan mewah, yang dirinya tidak disibukkan dengan usaha untuk mencari sesuap nasi dan mengatur aneka macam tuntutan nafkah kehidupan serta aneka macam kebutuhan primer kehidupan, juga tidak pernah mencicipi berat dan sulitnya memenuhi tuntutan kehidupan, mereka juga menyadari hakikat kehidupan ini yang telah disepakati oleh semua manusia.
Jika hakikat kehidupan ialah sebuah pertempuran besar, apakah kaum laki-laki terus berada sendirian untuk menjadi seorang pejuang dan perwira dalam pertempuran ini, tanpa ada tugas dan keikutsertaan kaum perempuan dalam menghadapi pertempuran ini, sesuai dengan kadar energi, persiapan dan kemampuannya?
Ataukah kaum perempuan meninggalkan pertempuran ini dan menyerahkannya kepada kaum laki-laki untuk berperang sendirian, sedangkan kaum perempuan terus hidup dalam kehidupan yang marginal, yang jauh sekali dari medan pertempuran ini?
Ataukah ia sama sekali mengundurkan dirinya dari pertempuran dan menyerahkannya kepada kaum laki-laki karena ia mengetahui bahwa pertempuran ini ialah pertempuran milik semua kaum laki-laki, yang terus ia hadapi dan ia lawan, demi menerima dan memperoleh kemenangan?
Bukankah kaum perempuan ialah partner dan saudara sekandung kaum laki-laki dalam menghadapi kehidupan? Lalu, mengapa ia tinggalkan kaum laki-laki sendiri dan kesepian dalam menghadapi pertempuran ini?
Bukankah kehidupan bagi kaum perempuan juga ialah percobaan dan pertempuran besar?
Kaum perempuan harus mempergunakan aneka macam senjata yang dapat membuatnya berpengaruh untuk berperang dengan penuh percaya diri dan tegar sehingga ia keluar dari pertempuran dengan membawa kemenangan, insya Allah.
Jika kehidupan ialah sebuah pertempuran besar bagi kaum laki-laki, sebagaimana ia juga ialah pertempuran besar juga bagi kaum perempuan, dan keduanya ialah asas dan fondasi kehidupan, sebagaimana keduanya juga ialah poros kehidupan, kelangsungan dan kesinambungannya, bertolak dari sini kita dapat mengajukan pertanyaan berikut ini.
Apakah salah seorang dari keduanya dapat mengundurkan diri dari kehidupan tanpa ada alasan dan tanpa alasannya ialah yang tepat?
Hal ini tidak boleh terjadi dan sama sekali tidak mungkin terjadi jikalau pertempuran kehidupan ini ialah milik kaum laki-laki dan perempuan, yang membutuhkan kerja sama di antara kedua belah pihak dan penyatuan usaha dari kedua belah pihak.
Wahai istriku, apakah kau berhak untuk meninggalkan saya sendirian di medan pertempuran sehingga saya berperang sendiri, berpikir sendiri, dan berusaha sendiri, tanpa keberadaanmu di sisiku hingga kita dapat memperoleh kemenangan? Kita capai kehidupan yang dipenuhi dengan kemenangan, kekuatan, dan ketegaran. Sebagaimana juga dipenuhi dengan rasa sayang, dekat, rukun, cinta, harmonis, dan bahagia.
Sesungguhnya, kehidupan yang kita jalani ini ialah bab kita berdua. Sebagaimana rumah ini ialah milik kita berdua, yang kita perjuangkan dan usahakan untuk mendapatkannya. Keluarga, betapa pun kecil dan besarnya, ialah keluarga kita. Yang kita sama-sama telah berjuang demi mewujudkan kebahagiaan untuknya dan demi pendidikan belum dewasa kita. Lalu, apakah salah seorang dari kita boleh menancapkan tanda kemunduran dan kekalahan dari pertempuran ini yang merupakan sebuah pertempuran kehidupan dan nasib?
Apakah salah seorang dari kita rela menyaksikan kondisi yang memalukan di hadapan belum dewasa dan keturunannya yang dilahirkan untuk mencari teladan, contoh, dan perumpamaan dari kedua orang tuanya, dari lingkungan keluarga mereka, dan masyarakat sekitar mereka? Jika kita tidak mengintrospeksi diri sendiri, belum dewasa kitalah yang akan mengintrospeksi diri kita pada ketika tidak ada lagi waktu untuk melarikan diri.
Sesungguhnya, ketika saya menyaksikan hal ini terjadi pada beberapa orang dan menyebar ke banyak orang, saya berusaha sekuat tenaga untuk mengalihkan perhatian, menggerakkan logika dan pikiran, dan berbicara dengan perasaan, hati dan kalbu.
Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri kaum laki-laki bangun sendirian berperang dengan tegar dalam pertempuran kehidupan. Mereka hidup dalam kesendirian yang mematikan di rumah, dalam pikiran dan dalam perjuangan.
Sementara itu, para istri mereka menjalani kehidupan yang penuh dengan ketidakpedulian, kemewahan, dan keglamoran. Pikirannya dipenuhi dengan aneka macam hal yang sepele. Setelah itu, ia pergi tidur dan beristirahat, tanpa memedulikan kehidupan suami dan keluarga. Mereka tidak pernah memikirkan kehidupan keluarga, keselamatan dan keberadaannya.
Yang mereka pikirkan di dalam kehidupan ini hanyalah kesenangan, perhiasan, dan barang-barang mereka tanpa sama sekali menaruh perhatian terhadap pertempuran besar kehidupan ini. Suaminya bertempur sendirian menghadapi kehidupan sehingga ia berpikir sesuai dengan kemampuannya dan hidup hanya sekedar hidup. Dia hidup di rumahnya dengan penuh keasingan dalam eksistensi dan perasaan, ia merasa ditelantarkan dan kosong tanpa ada seorang pun di rumah yang memerhatikannya.
Si istri dan si ibu rumah tangga telah membuat pagar yang mematikan ketika ia menelantarkan suaminya. Dia tidak perhatikan eksistensi suami dan ia tidak pernah berterima kasih kepadanya. Dia biarkan suaminya menyelam sendiri dalam samudra pikiran, rasa cemas, dan kesepian demi memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya.
Usaha suaminya tersebut tidak cukup baginya dan tidak menjadi penahan bagi sikap egoisnya serta kedangkalan pikirannya. Bahkan, ia menambah beban suaminya dengan aneka macam seruan dan kebutuhan yang semakin menambah penderitaan dan kesengsaraan suami. Dia biarkan suaminya berada sendirian di sudut, sembari menyelesaikan aneka macam perkara kehidupannya atau beberapa persoalannya, tanpa ada seorang pun yang merasa kasihan atau memperlihatkan perhatian kepadanya.
Wahai istriku, sesungguhnya, kehidupan kita ialah satu. Tujuan kita ialah satu. Keluarga kita ialah satu. Oleh karena itu, jangan biarkan saya sendiri menghadapi kehidupan ini. Seorang perwira membutuhkan eksistensi orang di sisinya yang selalu berada akrab dengannya untuk memperlihatkan senjata kepadanya, mengarahkan arah langkahnya, membuat taktik untuknya, memerhatikan pelaksanaan dan arah taktik tersebut, meluruskan langkahnya, melindungi punggungnya, mengamankan jalannya, dan menyuplai dukungan serta makanan untuknya.
Jadilah kau seorang ajudan dan partner yang baik dalam pertempuran yang membutuhkan pikiran, kesinambungan usaha, dan perjuangan ini. Ketahuilah dengan seyakin-yakinnya bahwa pertempuran kita ialah satu dan tujuan kita satu, yaitu melindungi dan menjaga keluarga ini dari semua orang yang berusaha menyerang dari akrab ataupun jauh. [Syahida.com/ANW]
Sumber: Kitab Istriku Dengarlah Aku Bertutur, Asy-Syawadifi al-Baz. Penerbit; Gema Insani
Sumber: https://www.syahida.com/2016/08/08/5197/istriku-jangan-biarkan-aku-sendiri-bergerak-dan-bertindak-berjuang-dan-berpikir/#ixzz4qjeYBLNJ
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO

